Perkataan
iman berasal dari bahasa arab amanu yang artinya percaya atau yakin. Secara
harfiah iman bisa diartikan rasa aman dan nyaman sedangkan menurut istilah kata
iman dapat diartikan dengan meyakini dalam hati, diucapkan dengan lisan dan
diamalkan dengan perbuatan. Hal ini sesuai dengan sabda Rasulullah “ Iman ialah
bahwa engkau percaya kepada Allah, malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya,
rasul-rasul-Nya, hari akhir kiamat dan engkau percaya qada’ yang baik dan qada’
yang buruk”. Iman menurut ahlussunnah wal jama’ah adalah dilafadzkan/diikrarkan
pada lisan/lidah, ditasdikkan dalam hati dan diamalkan dengan anggota badan.
Dengan kata lain iman tersebut mencakup 3 hal yaitu : 1. Ikrar, 2. Tasdiq, 3.
Amal. Iman dapat diartikan dengan akidah karena bila kita membahas dan mempelajari
akidah maka tidak akan lepas keyakinan tentang tuhan yang pengertian akidah itu
sendiri. Perkataan akidah berasal dari bahasa arab yang asal katanya aqodah
yang artinya ikatan/jalinan antara 2 orang yang mengadakan perjanjian. Secara terminologi
akidah adalah suatu landasan yang mengikat yaitu keimanan, sebab ilmu tauhid
disebut juga dengan ilmu aqo’it (jama’ah dari akidah, yang berarti ilmu yang
mengikat) akidah menurut syariat artinya iman yaitu keyakinan kepada Allah SWT
dengan suatu ungkapan tanpa keraguan. Akidah islam bukan hanya percaya semata
melainkan meyakini dengan sebenar-benarnya adanya Allah SWT dan mendorong bagi
yang meyakininya untuk selalu berprilaku yang baik sesuai dengan ajaran Al
Qur’an dan Al Hadist
Pendapat
para ahli tentang akidah :
1.
Syekh
Muhammad Abduh dalam bukunya Risalah
Tauhid, akidah adalah ilmu yang
menetapkan keyakinan .
2.
Prof.
Dr. Zakiyah Dradjad, M.A dalam bukunya Dasar-Dasar
Agama Islam, menegaskan akidah adalah ajaran tentang keyakinan yang
menyangkut iman kepada Allah, malaikat, kitab, rasul, hari akhir serta qada’
dan qadar.
3.
Dr. Nasrudin Razak dalam bukunya Dinul Islam, mengatakan bahwa akidah
adalah iman atau kepercayaan yang bersumber pada Al Qur’an.
Akidah
dapat diartikan dengan ideologi islam yang maksudnya adalah suatu ajaran yang
menyatakan keyakinan kepada Allah SWT, yang keyakinan tersebut tidak terdapat
sifat keragu-raguan, sebagaimana dikemukakan 2 pakar :
a.
Prof.Dr.
Yusuf An-Qordowi dalam bukunya Pedoman
Ideologi Islam, islam harus merupakan diseluruh lapangan islam baik secara
material maupun spiritual. Akidah islam harus islami, begitu juga sebagian
hidupnya. Paham dan pemikiran yang islami demikian halnya dengan perasaan,
akhlak, pendidikan, tradisi, tatasusila, undang-undang dan peraturan seluruhnya
harus islami. Berdasarkan pada ajaran-ajaran islam sesuai dengan firman Allah
pada surat Al-Baqarah : 208 yang artinya “wahai orang-orang yang beriman
masuklah kedalam islam secara keseluruhan dan janganlah kamu turuti langkah
syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu”
b.
Abu
‘Ala Al-Maududi dalam kitabnya Pokok-Pokok
Pandangan Hidup muslim menyatakan :
ideologi islam berdasarkan atas aprus ( pendekatan hidup yang unik dan konsepsi
istimewa mengenai kedudukan manusia dalam alam semesta)
Fungsi
Dan Peran Akidah
a.
Menentukan
dan mengembangkan dasar ketuhanan yang dimiliki manusia sejak dia lahir artinya
lahir manusia diberi / memiliki potensi pikir dan fitrahnya sehingga sepanjang
hidupnya memerlukan agama (ajaran). suatu ajaran aqidah berperan untuk memenuhi
fitrahnya
b.
Memberikan
ketenangan dan ketentraman jiwa manusia, artinya islam merupakan kebutuhan bagi
kehidupan manusia sebagai fitrah sehingga dapat mendorong manusia untuk terus
mencarinya
c.
Memberikan
pedoman hidup yang pasti, artinya keyakinan terhadap Allah SWT memberikan
arahan suatu jalan kebenaran didalam kebenaran (haq) yang sebenarnya dan
sesungguhnya.
Di
dalam sejarah islam para ahli mengkategorikan ragam pemikiran dalam 4 kelompok
pemikiran sebagai berikut :
a.
Kelompok
Jabariyah
b.
Kelompok
Qodariyah
c.
Kelompok
Mu’tazilla
d.
Kelompok
Asyariah
Kategori
ini didasarkan pada pemahaman yang bersumber langsung kepada Al Qur’an dan Al
Hadist, interpretasi tentang Al Qur’an dan Al Hadist dan juga pemikiran yang
dipengaruhi perkembangan kultur.
a.
Golongan
Jabariyah
Didirikan
oleh Jaham Bin Sofwan pada abad ke-2 hijriyah disebut juga golongan jahamiah,
bahwa perbuatan baik atau perbuatan buruk manusia bukan atas kehendak dirinya,
sehingga manusia tidak mempunyai paksaan (jabbar) dari Allah SWT, sehingga
manusia tidak mempunyai kekuasaan sedikitpun untuk memilih dari perbuatan yang
akan dilakukannya, mereka mengambil dalil Al Qur’an surat As-Safat : 96 yang
isinya “ Padahal Allah-lah yang menciptakan kamu, dan apa yang kamu perbuat”
kemudian Surat Al-Hadid yang isinya “ Tiada suatu bencana pun menimpa dibumi,
dan tidak pula menimpa pada dirimu sendiri, melainkan tertulis didalam kitab
sebelum kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu mudah bagi Allah”.
Kemudian pada surat Al-Anfal : 17 dan surat At-Taubah :51.
b.
Golongan
Qadariyah
Didirikan
oleh Ma’had Al Jauhari di Iraq pada akhir abad ke-1 hijriyah. Nama golongan ini
berdasar kepada pengertian bahwa manusia mempunyai Qodrat atau kekuasaan untuk
berbuat sesuai kehendaknya. Paham dari golongan Qadariyah ini adalah bahwa
manusia telah dijadikan Allah dan dibekali potensi untuk berbuat. Allah SWT
tidak ada pengaruhnya kepada segala perbuatan manusia. Mereka mengambil dalil
surat Al-Kahfi : 29, Ar-Radu : 11 dan Al-Balad : 10 artinya :“Dan kami telah
menunjukkan kepada dua jalan”
c.
Mu’tazilla
Didirikan
oleh Abu Buzaifa Wasil Bin Atho’. Golongan ini disebut mu’tazilla karena
pendirinya menyimpang dari ajaran gurunya Al Hasan Basri, sedangkan mereka
sendiri tidak mau disebut mu’tazilla. Mereka menyebut diri mereka sebagai ahlul
haq (pendiri kebenaran). Golongan ini memiliki beberapa doktrin :
1.
Tentang
dosa besar, orang islam yang memiliki dosa besar disebut fasiq, mereka bukan
mu’min dan bukan pula kafir, bagi mereka tidak akan masuk surge dan tidak masuk
neraka, tetapi menempati tempat khusus antara surge dan neraka. Ada juga disebut
mu’tazilla karena pendirinya beda dari yang lain.
2.
Tentang
qadar, Allah tidak menjadikan perbuatan mahluk tapi mahluk yang berbuat. Oleh
karena ini mereka pantas mendapat azab atas dosa-dosanya dan mereka juga berhak
mendapat keuntungan dari amal kebaikannya
3.
Tentang
keesahan Allah, mereka meniadakan keesahan Allah karena yang disebut tauhid
adalah meniadakan sifat-sifat keesahan Allah. Karena apabila Allah mempunyai
sifat maka Allah tidak esa lagi
4.
Kemampuan
akal manusia, manusia dengan kemampuan akalnya dapat mengetahui benar dan
salah, baik dan buruk. Walaupun tidak dituntun oleh syara’(hukum)
5.
Janji
dan ancaman, Allah akan memenuhi janjinya baik berupa pahala maupun siksa bagi
orang yang melakukan siksa tidak akan diampuni dosanya kecuali bertaubat.
d.
Golongan
Asyariah
Didirikan
Abu Hasan Al Ansyari, golongan ini merupakan reaksi kepada golongan mu’tazilla.
Kadang-kadang golongan ini disebut juga ahli sunnah wal jama’ah, karena mereka
banyak berpegang pada tradisi nabi dan sahabat. Dengan demikian pengikutnya
cukup banyak. Pendapatnya tentang ketuhanan dijelaskan bahwa Allah mempunyai
sifat dan nanti di akhirat Allah sksn mendapat pilihan mengenai perbuatan
manusia bahwa manusia tidak hanya dilahirkan oleh manusia tetapi tidak lepas
dari kekuasaan Allah didalam hubungannya dengan surge dan neraka Allah saja
yang menentukannya. Bagi muslim yang berdosa besar, dia akan mendapat siksa di
neraka sesuai kadar dosanya. Kemudian dia dimasukkan ke dalam surga. Melihat
keseluruhan asyariah ini, pada umumnya merupakan kompromi dari golongan
Qadariyah dan jabbariyah. Sedangkan apabila dibandingkan dengan
golongan-golongan diatas didapat :
1.
Adanya
perbedaan pandangan terhadap sifat-sifat Allah, sedangkan mengenai zatnya semua
golongan sama mengakui keesahan-Nya
2.
Mengenai
kuasa tidaknya Allah didalam menggerakkan perbuatan. Adanya kebebasan manusia
untuk berbuat, adanya keterbukaan manusia untuk berbuat, adanya usaha manusia
yang tidak terlepas dari kekuasaan Allah.
3.
Mengenai
efek perbuatan manusia yang mempunyai dosa besar akan mengalami siksaan sesuai
dengan amalnya dan adanya yang mengemukakan fasik, mereka akan menempati suatu
tempat antara surge dan neraka.
Pada
hakikatnya terjadi perbedaan pada pemikiran tentang islam ini diantaranya
akibat banyaknya pengaruh-pengaruh luar yang digunakan sebagai alat dalam
pemikirannya juga akibat keterbatasan ilmu pengetahuan dan lain-lain.
Tingkat
akidah
Akidah
(ideologi) yang diyakini setiap individu muslim yang mu’karlab tidak akan sama
dengan keyakinan yang dimiliki individu lainnya, karena tingkat keyakinan
seseorang tumbuh dan berkembang pada hatinya dan akan bertambah subur apabila
keyakinan itu dipelihara dengan sebaik-baiknya dan sebaliknya iman seseorang
akan berkurang dan akhirnya lenyap bila tidak dipelihara. Dalam islam aqidah
(keyakinan) seorang muslim mu’karlab bertingkat, tingkatan itu sesuai dengan
persepsi individu muslim yang merasakannya, adapun tingkat aqidah adalah
a.
Taqlid
Yaitu
tingkat keyakinan yang didasarkan atas pendapat orang yang diikutinya tanpa dipirkan
lebih dahulu
b.
Yakin
Yaitu
tingkat keyakinan yang didasarkan atas bukti dan dalil yang jelas, akan tetapi
belum menemukan hubungan yang kuat antara objek keyakinan dengan dalil
c.
Ainul
Yakin
Yaitu
tingkat keyakinan yang didasarkan dalil, dalil rasional, dan ilmiah, sehingga
mampu membuktikan hubungan objek keyakinan dengan dalil-dalil secara qat’i
serta mampu memberikan argumentasi (jawaban) yang rasional terhadap
sanggahan-sanggahan yang datang
d.
Haqul
Yakin
Untuk
tingkat keyakinan yang disamping didasarkan atas dalil, dalil rasional ilmiah
dan mampu membuktikan hubungan antara objek keyakinan dengan dalil-dalil serta
mampu memberikan argumentasi (jawaban) yang rasional dengan menemukan dan
merasakan keyakinan melalui pengalaman hidup
Faktor-faktor
pembinaan akidah
Akidah
dapat dibina oleh beberapa faktor antara lain:
a.
Faktor
Ilmu Pengetahuan, dengan ilmu yang dimiliki seseorang dapat memahami, mengerti,
mampu mengulas, mampu menganalisis, mampu mensintesa, mampu mengevaluasi
sebagai landasan terbinanya kepekaan rasa dan keterampilan untuk berbuat
disamping pengamalan berbuat. Menurut disiplin ilmu yang dimiliki oleh seorang
muslim
b.
Faktor
amal saleh yang benar dan tepat sesuai dasar keimanan dan sunatullah (disiplin
ilmu yang dimiliki/hukum yang lain) dengan kata lain amal saleh adalah amal
yang tepat sesuai dengan Al-Qur’an dan Hadist yang tidak bertentangan dengan
keimanan (keyakinan)
c.
Faktor
Jihad, secara etimologi jihad berarti sungguh-sungguh menegakkan dan
menyebarkan ajaran Allah SWT artinya konsisten dalam melaksanakan tugas
menyebarkan dan menegakkan ajaran Allah SWT. Jihad dapat dilakukan dengan apa
saja yang dimiliki seperti harta kekayaan, jiwa raga dan semangat yang berbuat
(secara ikhlas)
d.
Faktor
penyerahan diri secara mutlak dan menyeluruh artinya tunduk dan menyerahkan
diri semata-mata kepada Allah SWT atas segala tindakan dan hasil perbuatan demi
mendapat ridho sebagaimana Allah menyatakan dalam firman-Nya surat Al Baqarah :
112 , “Barang siapa menyerahkan diri kepada Allah sedia berbuat kebaikan, maka
baginya pahala disisi tuhannya dan tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan
tidak pula mereka bersedih hati’
e.
Faktor
Keridhoan Allah
Apabila kita
bersikap dan berbuat sesuai dengan perintah dan larangannya yang diatur dalam
syariat, insyaallah akidah akan terbina dan tertata rapi dalam hati seorang
muslim
Perkataan takwa berasal dari bahasa
arab, asal kata dari waqayaqi, wiqaya yang artinya takut, menjaga, memelihara
atau melindungi. menurut istilah takwa diartikan sikap menjaga, memelihara
keimanan diwujudkan dalam pengamalan ajaran islam secara utuh dan konsisten
(istiqamah), jadi orang yang bertakwa adalah menjalankan seluruh perintah dan
meninggalkan semua larangan sebagaimana yang tercantum dalam syariah Allah
Wujud Iman Dan Takwa
Iman dan takwa adalah suatu kekuatan
yang ada di dalam diri manusia yang tidak mudah diketahui atau dideteksi secara
pasti tentang keadaan yang sebenarnya. Hal
dikarenakan iman itu tidak terlihat oleh panca indera manusia itu
sendiri tetapi dapat dirasakan oleh yang meyakininya. Iman dapat
dilihat/diketahui orang lain dan yang bersangkutan dari gejala prilaku
sehari-hari secara lahiriah. Ada 3 konsep wujud iman dan takwa dalam diri
manusia yaitu :
1.
Melafadzkan
secara fasih kalimat syahadat, karena awal dari keimanan dan ketakwaan adalah
syahadat tain
2.
Mendirikan
shalat khusu’ dan tawadu’, indikator takwa kedua memelihara ibadah secara
formal kepada Allah SWT
3.
Mengeluarkan
zakat, berinfak, sedekah kepada yang berhak menerimanya sesuai dengan syariat
islam yaitu 8 asnaf, indikator takwa yang ketiga adalah mencintai sesama umat
manusia yang diwujudkan melalui kesanggupan mengorbankan harta benda
4.
Menempati
janji, yang dalam pengertian lain memelihara kehormatan manusia itu sendiri
5.
Sabar
disaat kesusahan, kepayahan yang menimpa manusia itu sendiri artinya semua
perbuatan diserahkan kepada Allah SWT sambil berikhtiar dengan sungguh-sungguh
untuk mencapai kesuksesan hidup
6.
Ridha
dan ikhlas terhadap keputusan apabila itulah yang menjadi ketentuan bagi
dirinya
Manusia lahir secara fitrah dalam
keadaan suci dan mempunyai nafsu sebagaimana lainnya Ia tertutup sesuai dengan
sunatullah. Iman dan takwa tidak berasal dari kedua orang tua ayah dan ibu,
akan tetapi benih-benih iman dan takwa sudah ada pada diri manusia itu sendiri
sejak dilahirkan. Berkembang tidaknya fitrah iman dan takwa tergantung dari
pendidikan, pemahaman, dan pengalaman agama yang didapat pada saat manusia
menginjak dewasa. Kefitrahan manusia dibawa sejak Ia dilahirkan, namun
kenyataan dalam hidup setelah manusia memahami arti hidup maka kefitrahan yang
dibawanya sejak lahir bergeser dibawa arus kehidupan. Kefitrahan iman dan takwa
biasa saja mantap apabila kedua orang tuanya berperan aktif untuk mendidik /
membentuk kepribadian anak karena orangtuanyalah yang menjadikan anak itu
yahudi, nasrani, majusi, dan lain-lain fitrah bersifat potensial, ia tidak
dengan sendirinya menjadi manusia berakhlak / berkepribadian mulia. Oleh sebab
itu, fitrah haruslah dijaga, dirawat, serta ditumbuhkembangkan agar manusia
dapat tumbuh menjadi insan kamil (manusia sempurna) penuh kemuliaan dan
harapan, selain kedua orangtuanya juga lingkungan sekitar juga merupakan factor
yang sangat dominan dapat mempengaruhi dan ikut berperan dalam proses tumbuh
dan berkembangnya fitrah iman dan takwa.
Ciri-Ciri Orang Beriman Dan Bertakwa
Secara umum karakteristik orang yang
beriman dan bertakwa kepada tuhan yang maha esa (Allah SWT) dapat dikelompokkan
dalm 5 kategori :
1.
Memelihara
fitrah iman
2.
Mencintai
sesama umat manusia yang diwujudkan melalui kesanggupan berkorban baik secara
fisik maupun materi
3.
Memelihara
ibadah secara formal
4.
Memelihara
kehormatan diri dan keluarga
5.
Memiliki
semangat perjuangan (berikhtiar dan berdoa)
Allah berfirman dalam surat Al-Imran :133
yang artinya :” Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari tuhanmu dan surge
yang luasnya seluas langit dan bumi yamg disediakan bagi orang-orang bertakwa
(muttaqin)”. Selanjutnya Allah menjelaskan cirri-ciri orang bertakwa: “Yaitu
orang-orang yang berinfak karena Allah, baik diwaktu lapang maupun sempit, dan
orng-orang yang menahan amarahnya dan mereka yang pemaaf terhadap kesalahan
manusia. Dan Allah mencintai orang-orang yang berbuat kebaikan”
Korelasi Antara Keimanan Dan Ketakwaan
Hubungan antara keimanan dan ketakwaan
ini tidak dapat dipisahkan satu dan lainnya karena antara keimanan dan
ketakwaan pada dasarnya saling membutuhkan artinya keimanan manusia supaya
Allah dapat menerima ketakwaan. Setiap amalan / perbuatan yang baik tidak
diterima Allah SWT tanpa didasari keimanan. Iman seseorang seolah-olah hampa
dan kosong tanpa amal saleh yang menyertainya. Secara konkretnya membuktikan
bahwa ada iman dalam hatinya. Tingkat takwa (muttaqin) dapat diperoleh seorang
muslim apabila melalui beberapa tingkatan antara lain :
1.
Muslim
2.
Mu’min
3.
Muhsin
4.
Mukhlisin
5.
Mu’tadin
6.
Muttaqin
ini eferensinya dari siapa
ReplyDelete